GENERASI TABAYYUN

20160714_065836

 

“ Membiarkan anak menggunakan media sosial tanpa pengetahuan dan keterampilam berpikir kritis, seperti melepaskan anak di rimba raya tanpa senjata yang tepat. Dia tidak hanya akan terluka oleh musuhnya, tapi oleh senjatanya sendiri “.

Globalisasi menjadi tak terpisahkan dengan Gadget. Peralatan yang mengandung unsur teknologi informasi ini, apabila tersambung dengan internet akan menghasilkan hubungan lintas wilayah dan waktu. Kita dengan sangat mudah dapat memberikan umpan balik terhadap informasi yang sifatnya real time dengan jangkauan ke seluruh penjuru dunia.

Hasil penelitian We Are Social “Digital Around The World 2019” bekerja sama dengan Hootsuite,seperti dilansir beritasatu.com,  terdapat 130 juta jiwa orang Indonesia yang aktif di media sosial. Dalam laporan tersebut terungkap bahwa total populasi Indonesia yang kini mencapai 265,4 juta jiwa, setengah di antaranya telah menggunakan internet, yaitu sebanyak 132,7 juta dan 130 juta diantaranya adalah pengguna aktif media sosial dengan penetrasi mencapai 49%.

Media sosial akhirnya sangat lekat dalam kehidupan setiap orang. Anak dan remaja, dalam konteks generasi penerus bangsa, menjadi salah satu bagian dari masyarakat yang aktif menggunakan media sosial. Sayangnya, media sosial yang begitu banyak memberikan kemudahan akses dan feedback , pada sisi yang lain tidak diimbangi dengan pengetahuan dan kemampuan untuk berpikir kritis terhadap informasi dan cenderung mengenyampingkan nilai-nilai moral dan etika.

Media sosial bahkan menjadi ekspresi remaja untuk melakukam tindak kekerasan. Sebuah artikel berjudul Literasi Medsos bagi Remaja di laman sahabat keluarga mengutip hasil penelitian sejumlah pakar di Amerika Serikat tentang komputer dalam perilaku manusia, yang diterbitkan di jurnal Elsevier pada 2014, menyebutkan medsos menjadi kendaraan bagi anak muda dalam melakukan tindak kekerasan terhadap teman sebaya. Seperti perundungan, pelecehan, kejahatan, dan kekerasan dalam berpacaran. Hal itu terjadi karena adanya online disinhibition effect pada lingkungan digital, yakni ketidakmampuan menahan diri. Sehingga di medsos seseorang bisa berkomentar semaunya, memaki, menghina, dan tidak punya adab. Akibat buruknya dapat berujung pada perkelahian di dunia nyata.

Pengenyampingan nilai-nilai moral dan etika dalam berkomunikasi dan menyebarkan informasi di media sosial juga memicu penyebaran berita bohong atau hoaks.  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),  Hoaks mengandung makna berita bohong, berita tidak bersumber.

Mursalin Basyah, seperti dikutip oleh Iffah Al Walidah, menyebutkan hoaks sebagai senjata paling ampuh dalam menghancurkan umat ditiap generasi manusia. Menurutnya informasi hoaks biasanya selalu masuk akal dan menyentuh sisi emosional, sehingga orang yang menerima berita tersebut tidak sadar sedang dibohongi. Bahkan menganggap dengan mudah bahwa berita tersebut adalah fakta dan harus disampaikan pada orang lain yang dianggap membutuhkan.

TABAYYUN

Fenomena Media sosial dengan hoaks dan kekerasan dalam berkomunikasi, sesungguhnya telah diatur dalam Al-Qur’an surat Al Hujurat ayat 6 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman jika datang kepada kamu seorang yang fasik membawa suatuberita, maka bersungguh-sungguhlah mencari kejelasan agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa pengetahuan yang menyebabkan kamu atas perbuatan kamu menjadi orang-orang yang menyesal”.

Quraish Shihab mengartikan Fatabayyanu pada ayat tersebut sebagai makna teliti dalam menerima berita atau informasi yang disebarkan oleh orang fasik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Tabayyun adalah sikap tidak tergesa-gesa dan meneliti terlebih dahulu ketika menerima atau berita atau informasi dari orang fasik. Orang fasik sendiri secara sederhana diartikan sebagai orang yang telah keluar dari ketaatan kepada Allah.

Dalam konteks kekinian, Tabayyun semestinya menjadi prosedur tetap untuk memvalidasi informasi atau berita yang kita terima. Sayangnya, kecepatan informasi dalam jaringan , memberikan kesempatan kepada kita untuk ‘seolah-olah’ juga harus meresponnya dengan cepat, tanpa berpikir panjang.

Adi W. Gunawan, dalam bukunya Genius Learning Strategy,  menyebutkan tiga hal yang sangat penting dalam kehidupan anak jika dia dilatih untuk berpikir tingkat tinggi, yaitu anak bisa memahami informasi, berpikir yang berkualitas dan mencapai hasil akhir berkualitas. Ada tiga keterampilan berpikir otak tingkat tinggi yang jarang dilatih kepada anak-anak kita di sekolah dan di rumah, yaitu keterampilan berpikir kritis, berpikir kreatif dan berpikir memecahkan masalah. (Munif Chatib, 2012).

 “ Membiarkan anak menggunakan media sosial tanpa pengetahuan dan keterampilam berpikir kritis, seperti melepaskan anak di rimba raya tanpa senjata yang tepat. Dia tidak hanya akan terluka oleh musuhnya, tapi oleh senjatanya sendiri “.

Maka kita harus mempersenjatai anak-anak kita, dengan apa yang mereka butuhkan dalam menghadapi permasalahan-permasalahan berat pada zamannya. Agar memiliki keterampilan berpikir kritis, berpikir kreatif dan berpikir memecahkan masalah.

Pertama, orangtua harus memiliki spirit untuk terus belajar.

Orangtua mempunyai tanggung jawab yang cukup berat dalam mendidik anak-anaknya untuk selalu berpikir kritis. Sayang, kebanyakan orang tua justru tamat dalam menuntut ilmu ketika mereka juga tamat dari sekolah. Sebagai orangtua yang permasalahannya bertambah kompleks, justru tidak lagi belajar.

Spirit untuk terus belajar seharusnya dimiliki para orangtua, karena sesungguhnya, proses pembelajaran yang dijalani anak-anak, adalah proses pembelajaran yang harus dilalui orangtua lebih dulu. Jadi, hasil yang orangtua harapkan untuk anak pun, adalah hasil yang orangtua peroleh terlebih dahulu.

Sebab, anak adalah cerminan orang tua. Anak pada tahapan tertentu adalah peniru ulung orangtuanya, mungkin mereka tidak akan mendengarkan apa yang kita nasehatkan, tetapi hampir dipastikan, mereka akan meniru apa yang kita lakukan. Tidak bisa kita mengharapkan anak bisa melakukan A, kalau yang kita teladankan adalah B.

Kedua, menunjukkan rasa cinta.

Rasa cinta, akan menumbuhkan kepercayaan anak kepada orangtua. Anak akan menjadikan orangtua sebagai rujukan dan tempat kembali yang aman untuk berbagi pendapat.  Munif Chatib dalam bukunya berjudul Orangtuanya Manusia, mengajak orangtua untuk mempertahankan empat momen spesial saat bertemu muka dengan anak setiap harinya :

  1. Ketika anak terbangum dari tidurnya di pagi hari.
  2. Ketika berpisah pagi hari, anak berangkat sekolah atau orangtua berangkat bekerja.
  3. Ketika anak pulang sekolah atau orangtua pulang bekerja
  4. Ketika anak akan tidur.

Ketiga, memperkaya  literatur pengetahuan .

Dalam pengayaan literatur baik untuk anak maupun orangtua, saya memilih buku . sebab, sebuah buku adalah pintu masuk  untuk buku selanjutnya. Pembahasan sebuah buku utuh dan terstruktur, tapi tidak titik, tidak berhenti, justru merangsang untuk mencari pengetahuan yang lebih luas lagi. Aktifitas membaca buku memiliki turunan sebuah tradisi untuk berdiskusi. Tradsi yang  melatih keterbukaan menerima perbedaan.

Keempat, melakukan proyek keluarga

Melakukan aktivitas yang secara sadar dibicarakan bersama, dikerjakan bersama oleh seluruh atau sebagian anggota keluarga dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara bersama pula. Beraktifitas, adalah hal yang sangat menyenangkan dan tak terlupakan bagi siapapun. Percayalah, karena modalitas kinestetik (beraktifitas) merupakan modalitas tertinggi dibandingkan modalitas audio dan visual.

Mari belajar dan terus berpikir, karena belajar dan berpikir akan mengutuhkan kemanusiaan kita.

#SahabatKeluarga #LiterasiKeluarga

 

SUMBER :

https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=249900385

ejournal.uin-suka.ac.id, Iffah Al Walidah

https://www.beritasatu.com/nasional/550691/saat-remaja-tak-bisa-kendalikan-diri-di-media-sosial

Sekolahnya Manusia, Munif Chatib, 2012.

INOVASI PANTANG MUNDUR

Kenapa harus terus berinovasi? sebenarnya jawabannya sederhana, meminjam istilah Cak Lontong, kita harus MIKIIIRRR. Ya, karena manusia itu mengada karena dia berpikir. Dalam Kitab Suci Al Qur’an, banyak sekali perintah untuk berpikir tidak lain karena dengan berpikir, kita menyadari ada yang harus kita sikapi : tentang syukur, tentang nikmat, kesabaran dan yang terpenting adalah tentang pertanggungjawaban atas hidup yang kita jalani.

Yang membedakan antara Seorang pemikir/inovator dengan yang bukan, meminjam istilah Jack Ma, adalah tidak suka mengeluh. “Biarkan orang lain mengeluh, kita (pemikir) cari solusi dari keluhan mereka!”. Jadi seorang inovator selalu melangkah lebih jauh, jadi trendsetter bukan follower.

Mau jadi inovator ? Mikiirrrr…. 🙂

5

Juara III Pendidik KB Berprestasi Tingkat Provinsi Jawa Tengah tahun 2019

inovasi pembelajaran aku anak hebat

Aku Anak Hebat

Lelaki yang Menggenggam Surga

Puisi Lelaki yang Menggenggam Surga dan beberapa yang lain, alhamdulillah dimuat di koranpurworejo.com, baca ya : http://www.nu.or.id/post/read/89314/puisi-puisi-surtini-hadi
nu online
Lelaki yang Menggenggam Surga
salam yaa salam
kerinduan untukmu kekasih alam
lelaki yang menggenggam surga
darah dan airmatamu
lelap dan jagamu
menghidupi doa-doa pengampunan
untuk manusia-manusia bersyahadat
lelaki yang mengasihi dan menjauhkan manusia
dari keputusasaan atas maksiat
          ketololan syariat
             dan kepalsuan taubat
salam yaa salam
lelaki yang bersyafaat
terimalah rindu dan sholawat kami
Salatiga, 2015

Lelaki Perahu

Puisi Lelaki Perahu dan beberapa yang lain, alhamdulillah dimuat di koranpurworejo.com, baca ya : http://www.koranpurworejo.com/2018/04/puisi-surtini-hadi-salatiga.html

New Picture

LELAKI PERAHU
ini hujan pertama dibulan juli
perempuan-perempuan pulau
memasang mata dari balik jendela
menunggu perahu-perahu merapat lagi
menghindari purnama yang menggiring ikan-ikan
ke ceruk dalam

melanjutkan cinta yang terpenggal waktu
dengan para lelaki perahu berkulit legam
datang dan perginya tanpa sebuah janji
tapi tak  berjarak seperti musim dan arah angin
subuh dan seruan sembahyang

para lelaki perahu singgah
menghidupkan  mimpi perempuan-perempuan pulau

Pulau Matak, 2011

 

 

 

Aku Anak Hebat

“Anak adalah apa yang ditanamkan orang tuanya. Orangtua yang memiliki konsep diri positif, menjadikan anak-anaknya memiliki konsep diri positif, menghargai diri senddiri, optimis dan percaya diri. Anak hebat dididik oleh orang tua yang hebat.”

Orang tua yang tidak memahami karakter anak usia dini terutama anak di jenjang kelompok bermain (usia 3-4 tahun), akan merumuskan sendiri sebuah kondisi ideal yang harus dicapai anak-anak. Kondisi ideal dengan indikator ketaatan/kepatuhan. Melihat anak hanya dari satu sisi taat atau tidak taat pada aturan, akhirnya mendorong orangtua untuk memberikan semacam hukuman pada anak, baik secara verbal maupun fisik. Hukuman secara verbal yang berupa kata-kata negatif seperti cap buruk, panggilan buruk  dan membandingkan anak dengan orang lain secara berulang-ulang, tanpa disadari tertanam  kuat dalam alam bawah sadar anak-anak.

Anak akhirnya mempunyai persepsi negatif terhadap dirinya sendiri, seperti apa yang dia terima dari orangtuanya. Hal ini terbawa dalam proses sosialisasinya dengan teman-temannya baik di lingkungan rumah maupun sekolah. Anak dengan konsepsi diri negatif, akan memandang dirinya lemah, tidak mampu berbuat apa-apa, tidak menarik, tidak disukai, dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Dalam konteks kegiatan bermain di sekolah, konsep diri negatif anak yang telah terbentuk akan mempengaruhi sikapnya untuk selalu melakukan kecenderungan negatif sebagai sebuah pembuktian.

Kesadaran bahwa setiap anak dilahirkan pasti dianugerahi dengan kelebihan, membuat penulis meyakini bahwa tidak ada anak yang  bodoh, tidak ada anak yang nakal, yang  sebenarnya ada adalah ketidaktahuan cara menemukan potensinya. Mengubah konsepsi diri bukanlah hal yang mudah, tetapi yang tidak mudah bukan berarti tidak bisa dilakukan. Betapa pentingnya konsep diri positif bagi anak, sebab hal tersebut akan mempengaruhi sikapnya menghadapi permasalahan-permasalahan hidupnya di masa yang akan datang. Anak yang memiliki konsep diri positif, menghargai dirinya dan mampu melihat sisi positif dari setiap kejadian untuk diambil pelajaran agar lebih berkembang di masa depan. Keyakinan yang  positif membuat seseorang memandang kehidupan secara optimis dan  melihat hambatan sebagai kesempatan untuk maju. Apalagi, anak-anak dalam rentang usia dini (0-6 tahun) masih memiliki kemampuan menyerap luar biasa. Hal inilah yang kemudian mendorong penulis menerapkan pembiasaan konsep diri positif dalam kegiatan selama di sekolah.  Dengan terus menerus memberikan konsep diri positif, maka anak akan berkembang dengan positif dan percaya diri. Pembiasaan kata-kata positif, pujian, perhatian dan penekanan pada kelebihan apa yang dimiliki anak, pelan tapi pasti akan masuk dalam alam bawah sadar anak.

Buku profil “Aku Anak Hebat”, menjadi salah satu upaya untuk memberikan penguatan, bahwa semua anak hebat, semua anak positif. Setiap saat anak akan melihat gambar diri dengan citra positifnya. Dalam pelaksanaannya memang banyak sekali tantangan yang dihadapi, tetapi dengan kunci kesabaran, doa dan  komitmen yang melibatkan orangtua untuk mencontohkan kebiasaan positif, baik melalui ucapan dan perilaku, semua akan menunjukkan hasil yang terbaik. Salam anak hebat !!!.

 

 

IBU-IBU PENYABAR

Saya banyak belajar sabar dari suami. Sejak menikah sampai saat ini dikaruniai dua anak, satu-satunya nasehat yang diberikan oleh suami kepada saya adalah sabar. Tidak terbantahkan, memang sabar bisa menjadi solusi dari hampir segala permasalahan, dari permasalahan kebutuhan hidup, keluarga, pendidikan, dan masih banyak lagi.

Sepertinya sederhana, tetapi mempunyai sebuah sikap/ akhlak  yang sangat dicintai oleh Allah, dan dijanjikan imbalan untuk selalu bersama Nya ini adalah hal yang tidak mudah.

Tidak mudah, bukan berarti tidak bisa dilakukan. Memang Allah tidak menjajikan hidup yang akan kita jalani mudah, tetapi berbahagialah  karena Allah menjajikan untuk selalu bersama kita yang berakhlak sabar.

Allah berfirman (QS. 8 : 46) ; “Dan bersabarlah kamu, karena sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar.”

SABAR MENJADI ORANGTUA

Setiap lebaran saya silaturahmi ke rumah Mbah Jo, tetangga satu kampung dan masih saudara jauh. Usia beliau sekitar 75 tahun, tinggal sendirian di rumah karena anak-anaknya sudah berpencar dengan keluarga masing-masing. Pesan yang beliau sampaikan, setiap saya mau pamit adalah, “yang sabar ya momong (: menjaga) anak..”, begitu, sama setiap tahunnya.

Pasti penting, pasti ada apa-apanya. Nasehat yang sama dan diulang-ulang tersebut, menjadi perenungan dan yang dikemudian hari benar saya alami ketika anak-anak mulai tumbuh, bertambah usia.

Anak laki-laki saya yang pertama, djenar, sangat pemalu dari kecil. Jika, merasa malu dia melampiaskan dengan marah atau memukul-mukul saya. Ketika sudah usia 3 tahun dan masuk kelompok bermain, dia belajar dikelas yang saya ajar. Usia 4 tahun ketika teman-temannya sudah berani sekolah sendiri di kelas TK A, dia tetap belajar di kelas kelompok bermain bersama saya.

Rupanya sabar disini, adalah memahami djenar secara utuh. Bukan dari sifat pemalunya saja, atau kalau kata orang-orang tidak pemberani. Tapi lebih pada, setiap anak itu unik dan pasti punya kelebihan. Pemalu , mempunyai kepekaan yang tinggi dan besar kemungkinan mempunyai kecerdasan diri / intra personal.

Rupanya sabar disini juga, persoalan kefahaman ilmu. Pada anak usia dini, bukan ketaatan, kedisiplinan yang kita tuntut tetapi persoalan rasa senang atau semangat dalam melakukan aktifitas. Sabar disini adalah tidak banyak target atau tuntutan pada anak.

Butuh waktu hampir satu bulan membujuk djenar untuk mengaji di madrasah. Minggu pertama hanya sampai jalan, minggu kedua mendekat diteras madrasah, minggu ketiga baru mau masuk ke ruangan madrasah dan minggu selanjutnya mau mengaji dengan duduk diatas pangkuan saya. Sabar disini, adalah tidak membandingkan dengan anak-anak lain. Dan kesabaran itu,akhirnya, saya sekaligus mengajar di madrasah tersebut.

IBU-IBU PENYABAR

Selama tiga tahun saya melakukan observasi terhadap orang tua murid di PAUD tempat saya mengajar. Setidaknya 1 dari 10 ibu-ibu, memiliki akhlak sabar. Sabar dalam menyikapi anaknya yang kadang berebut mainan dengan teman, sabar jika anaknya tidak mau mengikuti kegiatan bermain di kelas, dan tidak mentargetkan anaknya harus bisa membaca maupun menulis.

Ibu penyabar tersebut, biasanya mudah menerima masukan dan banyak memberi masukan kepada guru tentang anaknya. Berkomunikasi dan memahami aturan yang ada.

Ternyata walaupun tidak mudah, ada bahkan banyak yang bisa untuk bersabar. Mungkin kita belum bisa sabar dalam banyak kondisi, tetapi satu demi satu kondisi akan memudahkan kita untuk memulai.

Allah mengatakan dalam al-Qur’an (13 : 23 – 24); “(yaitu) surga `Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama- sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri- isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): “Salamun `alaikum bima shabartum” (keselamatan bagi kalian, atas kesabaran yang kalian lakukan). Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.”

Dan apakah akan sama, anak-anak yang kita didik dengan kesabaran dengan anak-anak yang kita didik dengan ketidak sabaran?. Mari kita mencoba, mari bersabar.

 

Kabupaten Semarang, Agustus 2018

#sahabatkeluarga

 

https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=4937

 

djenar yang pemalu

djenar yang pemalu

 

JAKARTA DAN LELAKI BERWAJAH PUISI

hujan

sumber: REUTERS/Zoran Milich

 

malam hujan, Jakarta bernostalgia dengan doa dan umpatan kesumat

jalanan mampat, membunuh waktu dan arus cerita

 

perempuan asal jawa itu, di sudut terminal

duduk terpaku, membiarkan cipratan hujan di wajah desanya

batinnya satu, mencari lelaki berwajah puisi

dahulu, menuliskan alamat beraroma rindu di kening dan bibirnya

 

malam Jakarta makin ke tepi

perempuan asal jawa itu

menghirup asap knalpot dan alkohol murahan

melanjutkan perjalanan, mencari lelaki berwajah puisi

 

Jakarta, 2011

 

 

 

KULINER ANAMBAS

Kabupaten Kepulauan Anambas, KEPRI, selain terkenal dengan keindahan alamnya, wisata kulinernya juga sangat menggoda. Karena merupakan wilayah kepulauan, disana lidah kita akan dimanjakan dengan berbagai olahan ikan. hampir semua jenis makanan ada unsur ikannya.

P1020370

kwetiau dan teh tarik tarempa-siantan

DSC03170

laksa

DSC02427

nasi goreng merah dan es campur-tebang, pulau matak

DSC04076P1020458DSC05794

Photo 1162

ikan salai, krupuk atom,cumi kerin 

DSC05842

 

 

 

 

 

TANJUNG EMAS DAN KUMAI: PEMBERHENTIAN KESEKIAN

tanjung emas

sumber: semarang.bisnis.co

Sebagaimana terminal, bandara, bahkan pangkalan ojek, Pelabuhan Tanjung Emas adalah tempat pemberhentian. Berhenti sebentar untuk sekedar mengelap keringat, merapikan baju lalu bergegas pulang atau beristihat sejenak, minum teh panas dan makan gorengan yang ‘mongah-mongah’ lengkap dengan cabe rawit nya- kemudian berangkat lagi melanjutkan perjalanan.
Banyak cerita dan kabar, sedih dan gembira yang tumpah ruah. Banyak ketergesaan tapi melimpah juga yang memperlambat jalannya, enggan berangkat (lagi), enggan pulang, enggan bergerak. Satu dan lain hal, yang mbulat-mbulat dalam hati dan pikiran mereka, mengharuskan sebuah keberangkatan dan kepulangan.
***
Sebuah mobil travel memasuki pelataran pelabuhan, dan perempuan muda itu, sepertinya kepayahan dengan tas-tas bawaannya. Bajunya kusut oleh perjalanan Jogja-Semarang via Solo, berangkat ba’da ashar tadi dari sebuah agen tour and travel persis di depan pintu masuk terminal Giwangan.
Hampir jam sembilan malam , dia mengedarkan pandangan di temaram lampu yang kemerahan. Tangannya merogoh saku celana, mengambil tiket kapal yang hendak ia tumpangi : Darma Kencana 2-Economy Class, Adult dengan tujuan Kumai-Pangkalan Bun. Tiket dengan gambar kapal laut sebagai cover nya itu terdiri dari 4 lembar ; lembar pertama adalah cover, sedang disebaliknya berisi perjanjian pengangkutan pelayaran, lembar kedua terbagi menjadi 3 bagian yaitu 1st terminal entry pass, 2nd terminal entry pass, dan ship boarding pass. Sedang lembar 3 dan 4 adalah agent coupon dan passenger coupon.
Setelah memperlihatkan tiket pada petugas dan membayar pas terminal penumpang, perempuan itu memasuki ruang tunggu penumpang di gedung nusantara 2. Penuh sesak, tak hanya di kursi-kursi tunggu tapi orang-orang membentangkan tikar, tiduran, tidur, atau sekedar diam dengan mata penuh kisah. Mungkin mereka baru sejam menunggu seperti perempuan itu, tetapi bisa juga semalam, dua malam. Sebab jadwal kapal jauh dari kata pasti, mereka hanya berbekal nomor telpon agen tiket kapal, agar tak terlalu lama menunggu di pelabuhan.
Jam sepuluh-an malam, pintu ruang tunggu menuju kapal dibuka, boarding. Dari ruang tunggu menuju kapal berjalan cukup jauh, jika tak menggunakan jasa porter, agak repot rasanya. Sebab selain bawaan yang berat(tidak seperti naik pesawat, penumpang kapal harus membawa bagasinya sendiri, dengan ukuran 0,1m³ atau dengan berat 30kg dan free over bagasi 10 kg untuk kelas III/ekonomi), penumpang akan ‘berkompetisi’ memasuki pintu kapal yang berjubel manusia. Belum lagi mencari dimana kursi/kabin sesuai tiket.
Nampaknya menggunakan jasa porter adalah pilihan perempuan muda itu, sekarang dia sudah bersantai-mencondongkan tubuhnya di pagar tepi kapal, kearah pelabuhan. Tangga menuju kapal sudah ditarik, pun keberangkatan masih lama. Para penjual makanan di pelabuhan melemparkan tali keatas , kearah pagar kapal, lalu meminta tolong penumpang untuk mengikatnya di pagar. Diujung bawah digantungkan tas untuk memuat barang-barang/makanan yang akan dibeli penumpang sekaligus nantinya tempat uang dari para pembeli.
Terlintas sisi menyé-menyé dari perempuan itu, ada seseorang yang berlari-lari sambil memanggil namanya- ketika tangga kapal hendak ditarik. Lalu seperti adegan di film-film, orang itu akan menerabas masuk dan menggegam erat tangannya, bersimpuh, memohon untuk tak pergi. Hahh!!! Ngayal.

ruang tidur kapal

ruang tidur kapal

Berbantal tas bawaannya, perempuan itu merebahkan diri,mengumpulkan energi untuk pemberhentian berikutnya. Satu tempat tidur dengan tempat tidur lain los-losan saja, hanya dibatasi dibagian pundak keatas sampai kepala. Mungkin agar tak saling menatap, hingga tak perlu ada kisah yang berlompatan dari banyak mata yang dibawa tuannya untuk berangkat atau pulang.
***
Kira-kira jam sebelas, malam berikutnya, kapal hendak sandar tetapi urung sebab air surut. Khawatir jika kapal kandas. Baru sekitar satu jam berikutnya, terdengar suara dari pengeras:
“Adék-adék standby di buritan dan haluan, para penumpang untuk turun setelah kendaraan dikeluarkan dari kardék!”
Perempuan muda itu tidak segera beranjak–tidak sebelum menyelesaikan wirid keberangkatan, kepergian, atau mungkin sekedar doa keselamatan ditempat pemberhentian yang sudah didepan mata : KUMAI.
Kumai, Tanjung Emas, hanyalah pemberhentian kesekian bagi perempuan itu. Mungkin akan terlupakan begitu saja, bisa juga terkenang-kenang, melekat di ingatan seperti halnya Stasiun Balapan dan Terminal Tirtonadi bagi seorang Didi Kempot. Sekian.

mbulat-mbulat : berkobar-kobar
mongah-mongah : panas sekali, masih mengeluarkan asap
menyé-menyé : melakonlis
los-losan : jadi satu, tidak ada pembatas

—Cerita ini diambil dari catatan perjalanan ‘perempuan muda’ itu, terjadi beberapa tahun lalu, ketika harga tiket travel jogja-tanjung emas masih Rp 60.000,- dan pas terminal penumpang Rp 4000,- juga harga tiket kapal kelas ekonomi tanjung emas-kumai masih Rp 150.000,-.

MALAM KOTA DAN RIBU-RIBU KATA

penyair perempuan

secangkir coklat panas
sendiri saja di meja bulat telur kayu trembesi
di sudut kafenya orang-orang berwajah puisi
sembunyi pada temaram yang tawar—ditinggal tuannya

panggung berderik
saat kursi geser kesana kemari
tubuh tuan secangkir coklat panas
tersiram oranye pucat lampu sorot
bibirnya bergerak-gerak
menyantuni malam kota dengan ribu-ribu kata

puisi apa yang dia baca
seperti puisi hujan yang kemarau
seperti puisi laut pasang yang surut
seperti puisi penghabisan

Bulungan, end of nov 09—